Friday, February 10, 2017

Pendidikan Agama Islam Tentang Sistem Politik Islam

Assalamualaikum...

Pada kesempatan ini saya akan membagikan salah satu tugas yang diberikan dosen saya yaitu tugas Pendidikan Agama Islam Tentang Sistem Politik Islam. Tugas ini akan teman-teman  mahasiswa UNTAD dapatkan pada semester 1 mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Makalah yang dibawah ini adalah makalah yang diberikan oleh senior saya sebagai bahan pelajaran untuk ujian. Berengkali teman-teman ada yang membutuhkan juga maka silahkan dibaca. Ini merupakan makalah terakhir dari sembilan makalah yang saya posting.

Baca juga :

Tidak pelu panjang lebar lagi silahkan teman-teman baca makalah di bawah  ini sebagai referensi teman-teman atau sekedar menambah wawasan teman-teman tentang agama Islam :


MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“SISTEM POLITIK ISLAM”





OLEH :

NAMA : FIFIYANTI
STAMBUK : A 241 12 038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2013





KATA PENGANTAR

Puji syukur Kita  penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Sistem Politik  Islam”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Agama Islam.
Dalam Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.





DAFTAR ISI



DAFTAR ISI
BAB I :PENDAHULUAN
1.  Latar Belakang Masalah
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan

BAB II : PEMBAHASAN
1. Pengertian Elit Politik
2. Hubungan antara elit politik dan elit masyarakat
3.  Kaontribusi yang diberikan para elit poliyik kepada elit masyarakat

BAB III : PENUTUP
Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN


Elit Politik bisa kita artikan sebagai orang-orang terbaik atau pilihan dalam suatu kelompok.Ada beberapa pendapat yang menjelaskan tentang konsep elit politik tersebut, menurut ilustrasi Niccolo Machiavelli menunjukan sejauh mana seorang elit politik mempunyai taktik atau strategi yang tidak lepas dari yang namanya lawan politik lainnya.
Disini bisa kita lihat bahwa elit politik itu seperti para petinggi Negara.Biasanya orang-orang elit politik yang berada dalam struktur kekuasaan dan elit masyarakat.Elit politik yang duduk menjadi petinggi negara ini selalu menjalin komunikasi dengan elit masyarakat untuk mendapatkan legitimasi dan memperkuat kedudukannya.
Dan para elit politik ini bisa dibilang juga sebagai orang-orang pilihan yang dimana mereka mampu memimpin massa. Jadi mereka itu adalah para orang-orang pilihan yang manjadi suatu minoritas individu.

1.     Latar Belakang Masalah
Setiap orang pasti ingin menjadi elit.Tapi yang ingin saya bahas disini adalah elit politik yang tergabung pada partai-partai politik. Ada yang memberi pendapat akan elit politik tersebut, diantaranya adalah :
Roberto Pareto, mengemukakan pandangannya mengenai elit politik yaitu :governing elite (elit yang memerintah). Lebih lanjut Pareto mengemukakan bahwa yang termasuk kategori elit yang memerintah antara lain adalah pimpinan suatu lembaga, organisasi, atau pimpinan institusi Negara”
Jadi bisa kita lihat yang dimaksud dari pendapat Pareto seperti Abdurrahman Wahid, Megawati, atau Akbar Tanjung.Merekalah yang selalu menjadi sorotan publik.Jika kita lihat bangsa kita saat ini bahwa banyak krisis ekonomi masyarakat yang sedang terjadi.Maka seharusnya para elit politik ini lah yang seharusnya bisa mewakilkan rakyat untuk bisa mengatasi masalah krisis yang sedang terjadi.

2.    Rumusan Masalah
Ø    Pengertian Elit Politik
Ø      Bagaimana hubungan antara elit politik dan masyarakat
Ø    Seberapa besar kontribusi elit politik terhadap masyarakat

3. Tujuan
Ø    Memberikan info terhadap masyarakat akan makna dari elit politik
Ø     Memberikan informasi seberapa besar manfaat elit politik kepada elit masyarakat
Ø    Memberikan informasi bagaimana kinerja para elit politik




BAB II
PEMBAHASAN



1.      Pengertian Elit Politik
Beberapa pendapat mengemukakan akan pengertian dari elit politik, diantaranya :
a.    Menurut Laswell
Elit politik mencakup semua pemegang kekuasaan dalam suatu bangunan politik.Elit ini terdiri dari mereka yang berhasil mencapai kedudukan dominan dalam sistem politik dan kehidupan masyarakat.mereka memiliki kekuasaan, kekayaan dan kehormatan.
b.      Menurut para teoritikus politik
Elit politik adalah mereka yang memiliki jabatan politik dalam sistem politik.Jabatan politik adalah status tertinggi yang diperoleh setiap warga Negara.Dalam sistem politik apapun, setiap struktur politik atau struktur kekuasaan selalu ditempati oleh elit yang disebut elit politik atau elit penguasa.
c.    Menurut Mills
Bahwa elit adalah mereka yang menduduki posisi komando pada pranata-pranata utama dalam masyarakat.Dengan kedudukan tersebut para elit mengambil keputusan yang membawa akibat yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
d.     Menurut Gaetano Mosca
Dalam setiap masyarakat terdapat dua kelas penduduk, satu kelas yang menguasai dan satu kelas yang dikuasai.Kelas penguasa jumlahnya selalu lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik, monopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu.Sedangkan kelas yang kedua jumlahnya lebih besar dan dikendalikan oleh penguasa.
Elit Politik merupakan kelompok kecil dari warga negara yang berkuasa dalam sistem politik.Penguasa ini memiliki kewenangan yang luas untuk mendinamiskan struktur dan fungsi sebuah sistem politik.Penguasa ini memiliki kewenangan yang luas untuk mendinamiskan struktur dan fungsi sebuah sistem politik.Secara operasional para elit politik atau elit penguasa mendominasi segi kehidupan dalam sistem politik.Penentuan kebijakan sangat ditentukan oleh kelompok elit politik.
Jadi bisa lihat dari beberapa pendapat di atas dan kita simpulkan bahwa pengertian dari elit politik merupakan para orang-orang pilihan yang berkuasa, mempunyai kedudukan tinggi dalam struktur warga negara.Mereka mengemban tugas mewakilkan rakyat dalam menyampaikan aspirasi rakyat.
Mereka juga adalah yang mengelola negara langsung dalam situasi apapun.Dalam keadaan krisis maupun keadaan yang sejahtera.Karena melalui merekalah semua bisa terlaksana dengan baik jika didukung juga oleh kinerja mereka yang baik pula.Sehinga bisa menciptakan keadaan masyarakat yang adil, tenteram dan makmur.Sesuai isi Pancasila nomor 2 “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.

2.     Hubungan antara elit politik dan elit masyarakat.
Hubungan yang terjalin terhadap sang elit politik/penguasa dan elit masyarakat bisa terjalin dengan baik apabila antara keduanya bisa saling kerja sama. Elit penguasa dalah kelompok kecil yang dapat menentukan arah kehidupan suatu Negara.Sedangkan elit masyarakat adalah elit yang dapat mempengaruhi lingkungan masyarakat yang dalam mendukung atau menolak kebijakan elit penguasa.Oleh karena itu, para elit penguasa memiliki kepentingan untuk menjalin komunikasi dengan elit masyarakat dalam mewujudkan kehidupan yang ideal.
Dalam keadaan budaya politik antara elit politik dan elit masyarakat ini mereka memang harus saling mengisi.Budaya politik bisa dibilang suatu keadaan politik yang memang diatasi bersama- samaantara elit politik dan elit masyarakat. Mereka memang harus ada keterjalinan kerja sama dalam mengelola pemerintahan negeri ini. Mengatasi masalah isu-isu politik dan emosional terhadap massa.
Para elit politik dan elit masyarakat memang dalam tipe yang sama. Karena tanpa elit masyarakat, elit politik pun tidak akan bisa menjalankan tugasnya dengan maksimal. Jika para elit politik tidak mencari informasi terhadap kejadian keadaan masyarakat saat ini, mereka akan telat dalam membantu mengatasi masalah yang ada dalam masyarakat.
Maka dari itu, mau tidak mau para elit politik harus selalu aktif dalam menjalin komunikasi terhadap elit masyarakat.Dari mereka lah pekerjaan elit politik bisa berjalan karena sesuai dengan fakta yang ada ataupun yang sedang terjadi.
Contoh dalam pemilu, para elit politik membutuhkan suara masyarakat yang mendukungnya.Lalu dalam memutuskan suatu kebijakan, para elit politik juga membutuhkan responsive dari masyarakat agar kinerjanya bisa berjalan dengan lancar.Yang pastinya yang paling penting adalah konsistensi dalam kinerjanya.
Karena para elit politik itu sebenarnya mempunyai kesempatan besar dalam menyampaikan impian ataupun aspirasi rakyatnya.Tapi sayangnya kebanyakan dari mereka lebih mementingkan kepentingan peribadi pada saat menjadi elit politik, sehingga mereka tidak seutuhnya berjalan sesuai filsafah suatu bangsa.Padahal mereka dijadikan sebagai komunikator utama yang mengendalikan keadaan rakyatnya dengan baik.
Terkadang oknum-oknum para elit politik menjadi provokator terhadap rakyatnya untuk menyampaikan suatu protes atas ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan negara yang telah ditetapkan. Ada juga oknum yang terbuai akan harta yang dimilikinya, seperti jabatan sehingga mereka lupa akan apa yang harus mereka lakukan untuk kepentingan rakyat.Karena tidak semua elit politik paham betul bagaimana menjalankan tugas dalam posisi yang mereka duduki sekarang.

3.    Kontribusi yang diberikan para elit politik kepada elit masyarakat.
Sebenarnya peluang yang dimiliki para elit politik itu sangat besar.Mengingat mereka adalah para orang-orang terpilih yang menduduki kedudukan tinggi pada warga negara.Mereka mempunyai andil besar dalam mengelola atau mengendalikan keadaan masyarakat secara langsung.kesempatan besar pun tidak diragukan lagi untuk mengelola pemerintahan.
Mereka juga komunikator utama dalam struktur warga negara.Sehingga kontribusi yang mereka lakukan juga harus lebih besar.Bukan hanya mementingkan kepentingan pribadi.
Kontribusi yang mereka lakukan seharusnya bisa menguntungkan rakyat.Rakyat menyampaikan aspirasi atau pendapat memang tidak dapat langsung kepada lembaga tinggi.Dan merekalah para elit politik yang menyampaikan secara langsung kepada lembaga tinggi negara.Apabila ada kebijakan yang memberatkan masyarakat maka para elit politk juga lah yang menyampaikan keberatan atas kebijakan yang di ambil oleh para petinggi negara lainnya.
Apabila para elit politik ini mengabaikan tugas yang diemban, maka keadaan negara yang apabila sedang tidak stabil bisa terlalaikan juga.Dan ini bisa kita lihat bahwa para elit politk yang seperti itu sebagai tingkah laku yang menunjukan rendahnya rasa tanggung jawab.
Dan apabila ada oknum elit politik yang suka membuat konflik antar warga negara atau antar elit politik diakarenakan emosi yang tidak terkendali, ini bisa memberikan pengaruh besar terhadap masyarakat.Karena lagi-lagi masyarakat yang menjadi korbannya. Tindakan kepekaan akan adanya kemungkinan-kemungkinan solusi yang ditunjukan dengan sikap frustasi dan marah menunjukan rendahnya alkimia emosi elit politik kita.
Coba kita ingat kembali George Washington yang berhasil dalam setiap usahanya ternyata karena kemampuannya mengelola anergi emosi, khususnya sifat pemarah dan mudah naik darahnya.Dia menunjukan dengan meminta maaf kepada siapa saja yang terkena akibatnya, dan mengambil tindakan-tindakan untuk memperbaiki ketidakenakan yang telah diperbuatnya.
Ternyata tindakan minta maaf atau memperbaiki ketidakenakan yang telah diperbuat tidak terlihat oleh para elit politik kita.Apalagi untuk mengakui kesalahan-kesalahan yang telah mereka perbuat. Dan bisa disimpulkan bahwa para elit politik kita masih rendah akan EQ yang dimilikinya.

 




BAB III
PENUTUP


Kesimpulan

Dari pembahasan diatas terlihat jelas bahwa kebanyakan para elit politk lebih memihak kelompok politiknya yang hanya segelintir daripada kepentiangan masyarakat atau orang banyak.Dan mereka lah yang diharapkan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Komunikasi memanglah penting demi terjalinnya hubungan antara elit politik dan elit masyarakat.Karena dari komunikasi tersebutlah tugas yang di emban para elit politik bisa terlaksana dengan maksimal.Memang kecerdasan EQ sangatlah penting demi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur.Dimana mereka bisa mengendalikan emosi ketika ada ketidakpuasan terhadap yang mereka anggap kurang menguntungkan.
Melihat keadaan seperti itu saya berharap semoga apa yang dilakukan para elit politik memang berdasarkan demi kepentingan rakyat. Dimana mereka bisa mewujudkan keadaan rakyat yang sejahtera.Mereka juga tidak salah langkah dalam menjalankan tugasnya sebagai elit politik.Bukan melaksanakan suatu pekerjaan karena dilandaskan oleh materi.




DAFTAR PUSTAKA



Parikh, J.D. The New Frontier of Management (1994).

http://aceh.tribunnews.com/2012/11/24/elite-politik

Budiyanto, Drs. MM. Pendidikan Kewarganegaraan:Budaya Politik di Indonesia(2006).

Varma, S.P. Modern Political Theory(1967).

http://aahifis29.blogspot.com/definisi elit politik

Thursday, February 9, 2017

Pendidikan Agama Islam Tentang Kabudayaan Islam

Assalamualaikum...

Pada kesempatan ini saya akan membagikan kepada teman-teman makalah Pendidikan Agama Islam Tentang Kabudayaan Islam . Makalah yang saya bagikan ini merupakan makalah ke-delapan dari sembilan makalahyang nantinya saya akan bagikan kepada teman-teman sekalian.

Makalah ini merupakan pemberian dari senior saya sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi ujian dari dosen.

Baca juga :

Silahkan teman-teman baca makalah dibawah sebagai referensi belajar ataupun untuk menambah wawasan teman-teman tentang agama Islam


MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“KEBUDAYAAN ISLAM”





OLEH :

NAMA : FIFIYANTI
STAMBUK : A 241 12 038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2013
KATA PENGANTAR

  
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Pendidikan Agama Islam tentang kebudayaan Islam.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Bp. Suparno selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam atas dedikasinya kepada kami untuk menyelesaikan tugas makalah.

Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca.

Semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada kami dan pembaca unutuk kabahagiaan di dunia dan akhirat.Aamiin.




DAFTAR ISI

 
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB  I    : PENDAHULUAN                
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
4. Manfaat

BAB  II  : PEMBAHASAN
1. Konsep Kebudayaan dalam Islam
2. Sejarah Intelektual Islam
3. Masjid Sebagai Pusat Peradaban Islam
4. Nilai –Nilai Dalam Budaya Islam

BAB III : PENUTUP
Kesimpulan
Saran

 DAFTAR PUSTAKA



BAB 1
PENDAHULUAN


1. Latar Belakang
Islam diketahui memiliki karakteristik yang khas di bandingkan dengan agama-agama yang datang sebelumnya. Di era globalisasi ini, banyak masyarakat dan khususnya bagi para pelajar yang acuh tak acuh dengan sejarah Negara, apalagi sejarah paradaban islam. Dewasa ini mereka hanya memandang sejarah sebagai dongeng yang membosankan untuk di dengar. Padahal, sejarah, apalagi sejarah peradaban islam sangat penting bagi kita semua.

2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut:
1)    Bagaimana konsep kebudayaan dalam Islam.
2)     Bagaimana sejarah intelektual Islam.
3)    Mengapa masjid sebagai pusat peradaban Islam.
4)    Bagaimana nilai –nilai dalam budaya Islam.

3. Tujuan
Setelah mendiskusikan tema ini, kita dapat memperoleh beberapa tujuan sebagai berikut:
1)    Mengetahui konsep kebudayaan dalam Islam.
2)      Mengetahui sejarah intelektual Islam.
3)    Mengetahui masjid sebagai pusat peradaban Islam.
4)    Mengetahui nilai –nilai dalam budaya Islam.  

4. Manfaat
1)    Menumbuhkan rasa cinta kepada kebudayaan Islam yang merupakan buah karya kaum muslimin masa lalu
2)    Memahami berbagai hasil pemikiran dan hasil karya para ulama untuk diteladani dalam kehidupan sehari-hari.
3)    Membangun kesadaran generasi muslim akan tanggung jawab terhadap kemajuan dunia Islam.
4)    Memberikan pelajaran kepada generasi muslim dari setiap kejadian untuk mencontoh/meneladani dari perjuangan para tokoh di masa lalu guna perbaikan dari dalam diri sendiri,masyarakat,lingkungan negerinya serta demi Islam pada masa yang akan datang.
5)    Memupuk semangat dan motivasi untuk meningkatkan prestasi yang telah diraih umat terdahulu.




BAB  II
PEMBAHASAN


1.     Konsep Kebudayaan dalam Islam
Kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Budi mempunyai arti akal, kelakuan, dan norma. Sedangkan “daya” berarti hasil karya cipta manusia.Dengan demikian, kebudayaan adalah semua hasil karya, karsa dan cipta manusia di masyarakat.Istilah "kebudayaan" sering dikaitkan dengan istilah "peradaban".Perbedaannya : kebudayaan lebih banyak diwujudkan dalam bidang seni, sastra, religi dan moral, sedangkan peradaban diwujudkan dalam bidang politik, ekonomi, dan teknologi.
Sedangkan pengertian Islam berasal dari bahasa arab yaitu “Aslama-Yuslimu-Islaman” yang artinya selamat. Menurut istilah, Islam adalah agama samawi yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi manusia agar kehidupannya membawa rahmat bagi seluruh alam.
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan.Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Sehingga disimpulkan bahwa Kebudayaan Islam adalah kejadian atau peristiwa masa lampau yang berbentuk hasil karya, karsa dan cipta umat Islam yang didasarkan kepada sumber nilai-nilai Islam.
Allah mengangkat Nabi Muhammad sebagai Rosul yaitu memberikan bimbingan kepada umat.Manusia agar dalam mengembangkan kebudayaan tidak lepas dari nilai-nilai ketuhanan.Sebagaimana sabdanya yang berarti, “Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak.”
Dalam perkembangannya kebudayaan Islam perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani sehingga akan merugikan dirinya sendiri.
Disini agama Islam berfungsi untuk membimbing manusia dalammengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau berperadaban Islam.Sehubungan dengan hasil perkembangan kebudayaan yang dilandasi nilai-nilai ketuhanan atau disebut sebagai peradaban Islam, maka fungsi agama disini semakin jelas. Ketika perkembangan dan dinamika kehidupan umat manusia itu sendiri mengalami kebekuan karena keterbatasan dalam memecahkan persoalannya sendiri, disini sangat terasa akan perlunya suatu bimbingan wahyu. Allah mengangkat seorang Rasul dari jenis manusia karena yang akanmenjadi sasaran bimbingannya adalah umat manusia. Oleh sebab itu misi utama Muhammad diangkat sebagai Rasul adalah menjadi Rahmat bagi seluruh umat manusia dan alam.
Mengawali tugas utamanaya, Nabi meletakkan dasar – dasar perkembangan Islam yang kemudian berkembang menjadi peradaban Islam. Ketika dakwah Islam keluar dari jazirah Arab, kemudian tersebar ke seluruh dunia, maka terjadilah suatu proses panjang dan rumit, yaitu asimilasi budaya - budaya setempat dengan nilai – nilai Islam yang kemudian melahirkan budaya Islam. Kebudayaan ini berkembang menjadi suatu peradaban yang diakui kebenarannya secara universal.

2.     Sejarah Intelektual Islam
Dengan menggunakan teori yang dikembangkan oleh Harun Nasution, dilihat dari segi perkembangannya, sejarah intelektual Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga masa, yaitu masa klasik, antara tahun 650 -1250 M, masa pertengahan, antara tahun 1250 – 1800 M, dan masa modern atau kebangkitan intelektual Islam kembali, antara tahun 1800 M hingga sekarang dan seterusnya.
Pada masa klasik lahir ulama-ulama besar seperti Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Syafi’i, dan Imam Maliki dibidang Hukum Islam. Di bidang filsafat Islam seperti  Al Kindi  tahun 801 M, yang berpendapat bahwa kaum Muslimin hendaknya menerima filsafat sebagai bagian dari kebudayaan Islam. Kemudian Al-Razi lahir tahun 865 M, Al-Farabi lahir tahun 870 M, sebagai pembangun agung filsafat Islam.Pada abad berikutnya lahir pula filosof besar Ibnu maskawaih pada tahun 930 M, yang terkenal memiliki pemikiran tentang pendidikan akhlak. Selanjutnya Ibnu Sina tahun 1037 M, Ibnu Bajjah tahun 1138M, Ibnu Tufail tahun 1147 M, dan Ibnu Rusyd tahun 1126 M. Pada masa pertengahan, yaitu antara tahun 1250 M - 1800 M, dalam catatan sejarah pemikiran Islam pada masa ini merupakan fase kemunduran karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam sehingga ada kecenderungan akal dipertentangkan dengan Wahyu, iman depertentangkan dengan ilmu, dan dunia dipertentangkan dengan akhirat. Jika diperhatikan secara seksama pengaruhnya masih terasa hingga sekarang.Sebagian ulama kontemporer sering melontarkan tuduhan kepada Al-Ghazali sebagai yang pertama menjauhkan filsafat dengan agama sebagaimana dalam tulisannya“Tahafutul Falasifah” (kerancuan filsafat).Tulisan Al-Ghazali itu dijawab Ibnu Rusyd dengan tulisan“TahafutuTahafut”(kerancuan diatas kerancuan).Pada saat ini ada pertanyaan mendasar yang sering dilontarkan oleh paraintelektual muda muslim. Mengapa umat Islam tidak bisa mengusai ilmu danteknologi modern ?.Jawabannya sangat sederhana, yaitu karena umat Islam tidak mau melanjutkan tradisi keilmuan yang diwariskan oleh para ulama besar padamasa klasik.Pada masa kejayaannya umat Islam terbuai dengan kemegahan yang bersifat material. Sebagai contoh kasus pada zaman modern ini tidak lahir  parailmuwan dan tokoh – tokoh caliber dunia dikalangan umat Islam dari Negara-negara kaya di Timur Tengah. Pada sisi yang lain umat Islam yang tinggal di Negara bekas jajahan sangat sulit membangun semangat kebangkitan intelektual Islam karena keterbatasannya.

3.    Masjid sebagai Pusat Peradaban Islam
Dalam bahasa Arab, masjid berarti tempat sujud atau tempat ibadah.Dalam perjalanan sejarah Islam, masjid bukan sekadar tempat untuk menunaikan ibadah shalat (terutama shalat berjamaah), namun juga berperan lebih fenomenal dan krusial dalam menunjang kehidupan masyarakat. Islam mengajarkan pendirian masjid harus memberikan manfaat luas, terdalam dan lengkap mengingat seluruh permukaan bumi adalah masjid namun Masjid pada umumnya hanya dipahami oleh masyarakat sebagai tempat ibadah khusus seperti shalat, padahal masjid mestinya berfungsi lebih luas dari pada sekedar sebagai tempat shalat. Sejak awal berdirinya masjid belum bergeser  dari fungsi utamanya, yaitu sebagai peribadatan.
Padaumumnya,disamping tempat shalat. Masjid pada zaman Nabi dijadikan sebagai pusat peradaban Islam. Nabi Muhammad SAW mensucikan jiwa kaum muslimin,membina sikap dasar kaum muslimin terhadap orang yang berbeda agama atau ras,hingga upaya – upaya meningkatkan kesejahteraan umat justru melaui Masjid. Masjid dijadikan symbol kesatuan dan persatuan umat Islam. Selama sekitar 700 tahun sejak Nabi Muhammad mendirikan masjid pertama,,fungsi masjid masih sebagai pusat peribadatan umat islam.
Belajar dari sejarah Islam, seharusnya eksistensi masjid pada masa kini harus lebih mampu memberi makna terdalam, terluas dan terlengkap bagi kehidupan masyarakat Muslim.Karena itu, pengembangan dan pengayaan ulang atau revitalisasi fungsi masjid sebagai pusat berbagai kegiatan sosial-keagamaan, pendidikan, politik, kesehatan dan sebagainya kini menjadi lebih diperlukan.Tujuannya untuk menciptakan manfaat dan dampak masjid yang maksimal serta berkesinambungan dalam mengembangkan peradaban dunia Islam yang maju, ramah, mandiri, damai dan modern.

4.     Nilai-nilai Islam dalam budaya Indonesia
Islam masuk ke indonesia  lengkap dengan budayanya. Karena islam masuk dan berkembang dari negri Arab, maka islam yang masuk ke Indonesia tidak terlepas dari budaya Arabnya. Pada  awal-awal masuknya dakwah islam ke Indoesia dirasakan sangat sulit membedakan mana ajaran islam dan mana budaya barat. Masyarakat awam menyamakan antara perilaku yang ditampilkan oleh orang Arab dengan perilaku ajaran islam. Seolah-olah apa yang dilakukan orang Arab tersebut mencerminkan ajaran islam, bahkan hingga kini budaya Arab masih melekat pada tradisi masyarakat Indonesia. Dalam perkembangan dakwah islam di Indonesia para da’i mendakwahkan ajaran islam melalui bahasa budaya, sebagaimana  dilakukan oleh para wali di tanah Jawa. Karena kehebatan para wali Allah dalam mengemas ajaran islam dengan budaya setempat sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai islam telah masuk dan menjadi teradisi dalam kehidupan sehari-hri mereka. Lebih jauh lagi bahwa nilai-nilai islam sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan mereka. Seperti dalam upacara-upacara, adab dan penggunaan bahasa sehari-hari. Bahasa Arab/ Al Qur’an sudah banyak masuk dalam bahasa daerah bahkan kedalam bahasa Indonesia baku. Semua itu tanpa disadari bahwa apa yang dilakukannya merupakan bagian dari ajaran Islam.

    Banyak tradisi masyarakat indonesia yang bernuansa islami, biasanya tradisi tersebut dilaksanakan untuk memperingati hari besar umat islam, seperti misalnya perayaan sekaten yang diselenggarakan untuk menyambut maulid nabi, ada juga perayaan yang dimaksudkan untuk memperingati perjuangan penyebaran ajaran islam seperti perayaan tabuik di Pariaman ( Sumatera Barat ) yang diselenggarakan pada tanggal 10 muharam.




BAB III
PENUTUP


Kesimpulan :

1.    Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT dengan perantara wahyu yang di berikan kepada nabi Muhammad SAW untuk disebarkan untuk umat manusia dan kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta dan masyarakat.
2.     Agama merupakan sumber kebudayaan dengan kata lain kebudayaan bentuk nyata dari agama islam itu sendiri.
3.    Budaya hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi yang dimilikinya. Dan pada pra islam banyak yang mengandung atau berbau keislaman.

 Saran

Dengan pemahaman di atas, kita dapat memulai untuk meletakkan islam dalam kehidupan keseharian kita. Kita pun dapat membangun kebudayaan islam dengan landasan konsep yang berasal dari islam pula.



DAFTAR PUSTAKA


http://mbahduan.blogspot.com/2012/03/makalah-kebudayaan-islam.html

http://pay-wuang.blogspot.com/2012/02/makalah-perkembangan-sosial-budaya.html

http://jaririndu.blogspot.com/2011/11/bab-ipendahuluana.html

http://imaza17.blogspot.com/2012/02/makalah-sejarah-kebudayaan-islam.html

http://menjaga-bumi.blogspot.com/2012/02/cara-membuat-makalah-yang-baik-dan.html

Wednesday, February 8, 2017

Pendidikan Agama Islam Tentang Masyarakat Madani

Assalamualaikum...

Pada kesempatan ini saya akan membagikan kepada teman-teman makalah Pendidikan Agama Islam TTentang Masyarakat Madani. Makalah yang saya bagikan ini merupakan makalah ke-tujuh dari sembilan makalah yang nantinya saya akan bagikan kepada teman-teman sekalian.

Makalah ini bukan buatan saya melainkan pemberian dari senior saya sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi ujian dari dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Baca juga :

Silahkan teman-teman baca makalah dibawah sebagai referensi belajar ataupun untuk menambah wawasan teman-teman tentang agama Islam

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“MASYARAKAT MADANI”





OLEH :

NAMA : FIFIYANTI
STAMBUK : A 241 12 038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur Kita  penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Masyarakat Madani”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Agama Islam.

Dalam Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan

BAB II Pembahasan
A. Konsep Masyarakat Madani
B. Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
C. Sistem Ekonomi Islam Dan Kesejahteraan Umat
D. Manajemen Zakat.
E. Manajemen Wakaf

BAB III Penutup
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat.
Menurut Quraish Shibab, masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena sifat-sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada hal-hal yang dianggap baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-ma’ruf) dan mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab menjelaskan, kaum Muslim awal menjadi “khairu ummah” karena mereka menjalankan amar ma’ruf sejalan dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185).
Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini. Seperti, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk Ilahi, maupun persatuan yang kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran [3]: 105). Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin dalam QS an-Nahl [16]: 125. Dalam rangka membangun “masyarakat madani modern”, meneladani Nabi bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya.
Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka bersikap seimbang (tawassuth) dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.
Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang menggambarkan  maasyarakatberadab yang mengacu pada nila-inilai kebajikan dengan mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi penciptaan tatanan  demokratis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Masyarakat Madani
Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.
Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.
Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans;  gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alas an ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu  Allah (A. SyafiiMaarif, 2004: 84).
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997).
1. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15:
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
2. Masyarakat Madani Dalam Sejarah
Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat madani, yaitu:
1)    Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.
2)     Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
3. Karakteristik Masyarakat Madani
Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1.    Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2.    Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3.    Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4.    Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5.    Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6.    Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7.    Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
8.    Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
9.    Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10.    Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.
11.    Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12.    Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
13.    Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
14.    Berakhlak mulia.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah onsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience).
Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat madani sbb:
1.    Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
2.    Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
3.    Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4.    Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
5.    Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6.    Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7.    Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.
Tanpa prasyaratan tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu-rambu yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani (lihat DuBois dan Milley, 1992).
Rambu-rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring masyarakat menjadi sebuah entitas yang bertolak belakang dengan semangat negara-bangsa:
1.    Sentralisme versus lokalisme. Masyarakat pada mulanya ingin mengganti prototipe pemerintahan yang sentralisme dengan desentralisme. Namun yang terjadi kemudian malah terjebak ke dalam faham lokalisme yang mengagungkan mitos-mitos kedaerahan tanpa memperhatikan prinsip nasionalisme, meritokrasi dan keadilan sosial.
2.    Pluralisme versus rasisme. Pluralisme menunjuk pada saling penghormatan antara berbagai kelompok dalam masyarakat dan penghormatan kaum mayoritas terhadap minoritas dan sebaliknya, yang memungkinkan mereka mengekspresikan kebudayaan mereka tanpa prasangka dan permusuhan. Ketimbang berupaya untuk mengeliminasi karakter etnis, pluralisme budaya berjuang untuk memelihara integritas budaya. Pluralisme menghindari penyeragaman. Karena, seperti kata Kleden (2000:5), “…penyeragaman adalah kekerasan terhadap perbedaan, pemerkosaan terhadap bakat dan terhadap potensi manusia.”  Sebaliknya, rasisme merupakan sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya. Rasisme sering diberi legitimasi oleh suatu klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior dari ras yang dominan. Diskriminasi ras memiliki tiga tingkatan: individual, organisasional, dan struktural. Pada tingkat individu, diskriminasi ras berwujud sikap dan perilaku prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihat manakala kebijakan, aturan dan perundang-undangan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Secara struktural, diskriminasi ras dapat dilacak manakala satu lembaga sosial memberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap lembaga lainnya.
3.    Elitisme dan communalisme. Elitisme merujuk pada pemujaan yang berlebihan terhadap strata atau kelas sosial berdasarkan kekayaan, kekuasaan dan prestise. Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kelas sosial tinggi kemudian dianggap berhak menentukan potensi-potensi orang lain dalam menjangkau sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang ada dalam masyarakat.
Konsep Masyarakat Madani semula dimunculkan sebagai jawaban atas usulan untuk meletakkan peran agama ke dalam suatu masyarakat Multikultural. Multikultural merupakan produk dari proses demokratisasi di negeri ini yang sedang berlangsung terus menerus yang kemudian memunculkan ide pluralistik dan implikasinya kesetaraan hak individual. Perlu kita pahami, perbincangan seputar Masyarakat Madani sudah ada sejak tahun 1990-an, akan tetapi sampai saat ini, masyarakat Madani lebih diterjemahkan sebagai masyarakat sipil oleh beberapa pakar Sosiologi. Untuk lebih jelasnya, kita perlu menganalisa secara historis kemunculan masyarakat Madani dan kemunculan istilah masyarakat Sipil, agar lebih akurat membahas tentang peran agama dalam membangun masyarakat bangsa.
Selanjutnya sebagai pembanding, Ferguson mengambil masyarakat feodal, dimana perbandingan di antara keduanya adalah, pada masyarakat feodal strata politik dan ekonomi jelas terlihat bahkan dijamin secara hukum dan ritual, tidak ada pemisahan hanya ada satu tatanan sosial, politik dan ekonomi yang saling memperkuat satu sama lain. Posisi seperti ini tidak mungkin lagi terjadi pada masyarakat komersial. Kekhawatiran Ferguson selanjutnya adalah apabila masyarakat perang digantikan dengan masyarakat komersial, maka negara menjadi lemah dari serangan musuh. Secara tidak disadari Ferguson menggemakan ahli teori peradaban, yaitu Ibnu Khaldun yang mengemukakan spesialisme mengatomisasi mereka dan menghalangi kesatupaduan yang merupakan syarat bagi efektifnya politik dan militer. Di dalam masyarakat Ibnu Khaldun militer masih memiliki peran dan berfungsi sebagai penjaga keamanan negara, maka tidak pernah ada dan tidak mungkin ada bagi dunianya, masyarakat sipil.
Pada kenyataannya, apabila kita konsekuen dengan menggunakan masyarakat Madani sebagai padanan dari Masyarakat Sipil, maka secara historis kita lebih mudah secara langsung me-refer kepada “masyarakat”nya Ibnu Khaldun. Deskripsi masyarakatnya justru banyak mengandung muatan-muatan moral-spiritual dan mengunakan agama sebagai landasan analisisnya. Pada kenyataannya masyarakat sipil tidak sama dengan masyarakat Madani. Masyarakat Madani merujuk kepada sebuah masyarakat dan negara yang diatur oleh hukum agama, sedangkan masyarakat sipil merujuk kepada komponen di luar negara. Syed Farid Alatas seorang sosiolog sepakat dengan Syed M. Al Naquib Al Attas (berbeda dengan para sosiolog umumnya), menyatakan bahwa faham masyarakat Madani tidak sama dengan faham masyarakat Sipil. Istilah Madani, Madinah (kota) dan din (diterjemahkan sebagai agama) semuanya didasarkan dari akar kata dyn. Kenyataan bahwa nama kota Yathrib berubah menjadi Medinah bermakna di sanalah din berlaku (lih. Alatas, 2001:7). Secara historispun masyarakat Sipil dan masyarakat Madani tidak memiliki hubungan sama sekali. Masyarakat Madani bermula dari perjuangan Nabi Muhammad SAW menghadapi kondisi jahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di Mekkah. Beliau memperjuangkan kedaulatan, agar ummatnya leluasa menjalankan syari’at agama di bawah suatu perlindungan hukum.
Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan dipandang sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan dapat berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi utama dalam masyarakat madani adalah Alquran.
Meski Alquran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang ideal namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai cerminan masyarakat yang ideal kita dapat meneladani perjuangan rasulullah mendirikan dan menumbuhkembangkan konsep masyarakat madani di Madinah.
Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi Muhammad Saw. beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal tersebut terlihat dari tujuan hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah dan sebuah sikap optimisme dalam mewujudkan cita-cita membentuk yang madaniyyah (beradab).
Selang dua tahun pascahijrah atau tepatnya 624 M, setelah Rasulullah mempelajari karakteristik dan struktur masyarakat di Madinah yang cukup plural, beliau kemudian melakukan beberapa perubahan sosial. Salah satu di antaranya adalah mengikat perjanjian solidaritas untuk membangun dan mempertahankan sistem sosial yang baru. Sebuah ikatan perjanjian antara berbagai suku, ras, dan etnis seperti Bani Qainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar dan lainnya yang beragam saat itu, juga termasuk Yahudi dan Nasrani.
B.    Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
1.    Kualitas SDM Umat Islam
Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110 yang artinya :
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnyadibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.
2.    Posisi Umat Islam
SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.
C.    Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat
Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Setiap ikatan atau hubungan antara seseorang dengan orang lain dan penghasilannya yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid adalah ikatan atau hubungan yang tidak Islami. Dengan demikian realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima dalam Islam, sebab hal ini berarti mengingkari tauhid. Manurut ajaran Islam hak milik mutlak hanya ada pada Allah saja. Hal ini berarti hak milik yang ada pada manusia hanyalah hak milik nisbi atau relatif. Islam mengakui setiap individu sebagai pemilik apa yang diperolehnya melalui bekerja dalam pengertian yang seluas-luasnya, dan manusia berhak untuk mempertukarkan haknya itu dalam batas-batas yang telah ditentukan secara khusus dalam hukum Islam. Pernyataan-pernyataan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan kodrat manusia itu sendiri, yaitu dengan sistem keadilan dan sesuai dengan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Di dalam ajaran Islam terdapat dua prinsip utama, yakni pertama, tidak seorangpun atau sekelompok orangpun yang berhak mengeksploitasi orang lain; dan kedua, tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja. Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga, maka setiap manusia adalah sama derajatnya di mata Allah dan di depan hukum yang diwahyukannya. Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat di muka hukum tidaklah ada artinya kalau tidak disertai dengan keadilan ekonomi yang memungkinkan setiap orang memperoleh hak atas sumbangan terhadap masyarakat.
Allah melarang hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Syu’ara ayat 183 yang artinya :
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan;”
Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan ekonomi dan sosial, maka ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan bertentangan dengan Islam. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa memandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransi ketidaksamaan pendapatan sampai tingkat tertentu, akrena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan pelayanannya dalam masyarakat.
Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 disebutkan yang artinya:
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah”.
Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengan kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekah karena Alah.
D. Manajemen Zakat
1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
Zakat adalah memberikan harta yang telah mencapai nisab dan haul kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Nisab adalah ukuran tertentu dari harta yang dimiliki yang mewajibkan dikeluarkannya zakat, sedangkan haul adalah berjalan genap satu tahun. Zakat juga berarti kebersihan, setiap pemeluk Islam yang mempunyai harta cukup banyaknya menurut ketentuan (nisab) zakat, wajiblah membersihkan hartanya itu dengan mengeluarkan zakatnya.
Adapun harta-harta yang wajib dizakati itu adalah sebagai berikut:
a.    Harta yang berharga, seperti emas dan perak.
b.    Hasil tanaman dan tumbuh-tumbuhan, seperti padi, gandum, kurma, anggur.
c.    Binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, dan domba.
d.    Harta perdagangan.
e.    Harta galian termasuk juga harta rikaz.
Adapun orang yang berhak menerima zakat adalah:
a.    Fakir, ialah orang yang tidak mempunyai dan tidak pula berusaha.
b.    Miskin, ialah orang yang tidak cukup penghidupannya dengan pendapatannya sehingga ia selalu dalam keadaan kekurangan.
c.    Amil, ialah orang yang pekerjaannya mengurus dan mengumpulkan zakat untuk dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya.
d.    Muallaf, ialah orang yang baru masuk Islam yang masih lemah imannya, diberi zakat agar menambah kekuatan hatinya dan tetap mempelajari agama Islam.
e.    Riqab, ialah hamba sahaya atau budak belian yang diberi kebebasan berusaha untuk menebus dirinya agar menjadi orang merdeka.
f.    Gharim, ialah orang yang berhutang yang tidak ada kesanggupan membayarnya.
g.    Fi sabilillah, ialah orang yang berjuang di jalan Allah demi menegakkan Islam.
h.    Ibnussabil, ialah orang yang kehabisan biaya atau perbekalan dalam perjalanan yang bermaksud baik (bukan untuk maksiat).
2 Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia
Sejak Islam memsuki Indonesia, zakat, infak, dan sedekah merupakan sumber sumber dana untuk pengembangan ajaran Islam dan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda. Pemerintah Belanda khawatir dana tersebut akan digunakan untuk melawan mereka jika masalah zakat tidak diatur. Pada tanggal 4 Agustus 1938 pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan zakat dan fitrah yang dilakukan oleh penghulu atau naib sepanjang tidak terjadi penyelewengan keuangan. Untuk melemahkan kekuatan rakyat yang bersumber dari zakat itu, pemerintah Belanda melarang semua pegawai dan priyai pribumi ikut serta membantu pelaksanaan zakat. Larangan itu memberikan dampak yang sangat negatif bagi pelakasanaan zakat di kalangan umat Islam, karena dengan sendirinya penerimaan zakat menurun sehingga dana rakyat untuk melawan tidak memadai. Hal inilah yang tampaknya diinginkan Pemerintah Kolonial Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, di Aceh satu-satunya badan resmi yang mengurus masalah zakat. Pada masa orde baru barulah perhatian pemerintah terfokus pada masalah zakat, yang berawal dari anjuran Presiden Soeharto untuk melaksanakan zakat secara efektif dan efisien serta mengembangkannya dengan cara-cara yang lebih luas dengan pengarahan yang lebih tepat. Anjuran presiden inilah yang mendorong dibentuknya badan amil di berbagai propinsi.
3. Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif
Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagian masyarakat yang tergerak hatinya untuk memikirkan pengelolaan zakat secara produktif, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan umat Islam pada umumnya dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, pada tahun 1990-an, beberapa perusahaan dan masyarakat membentuk Baitul Mal atau lembaga yang bertugas mengelola dan zakat, infak dan sedekah dari karyawan perusahaan yang bersangkutan dan masyarakat. Sementara pemerintah juga membentuk Badan Amil Zakat Nasional.
Dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara lain:
1.    Pengelolaan harus berlandasakn Alquran dan Assunnah.
2.    Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat, pihak pengelola harus menerapkan manajemen yang terbuka.
3.    Menggunakan manajemen dan administrasi modern.
4.    Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan sebaik-baiknya.
Selain itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, antara lain:
1.    Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan dan penderitaan.
2.    Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik
3.    Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.
4.    Meningkatkan syiar Islam
5.    Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
6.    Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.
4. Hikmah Ibadah Zakat
Apabila prinsip-prinsip pengelolaan dan tujuan pengelolaan zakat dilaksanakan dipegang oleh amil zakat baik itu berupa badan atau lembaga, dan zakat, infak, dan sedekah dikelola dengan manajemen modern dengan tetap menerapkan empat fungsi standar manajemen, tampaknya sasaran zakat, infak maupun sedekah akan tercapai.
Zakat memiliki hikmah yang besar, bagi muzakki, mustahik, maupun bagi masyarakat muslim pada umumnya. Bagi muzakki zakat berarti mendidik jiwa manusia untuk suka berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat kikir, sombong dan angkuh yang biasanya menyertai pemilikan harta yang banyak dan berlebih.
Bagi mustahik, zakat memberikan harapan akan adanya perubahan nasib dan sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan suudzan terhadap orang-orang kaya, sehingga jurang pemisah antara si kaya dan si miskin dapat dihilangkan.
Bagi masyarakat muslim, melalui zakat akan terdapat pemerataan pendapatan dan pemilikan harta di kalangan umat Islam. Sedangkan dalam tata masyarakat muslim tidak terjadi monopoli, melainkan sistim ekonomi yang menekankan kepada mekanisme kerja sama dan tolong-menolong.
E. Manajemen Wakaf
Wakaf adalah salah satu bentuk dari lembaga ekonomi Islam. Ia merupakan lembaga Islam yang satu sisi berfungsi sebagai ibadah kepada Allah, sedangkan di sisi lain wakaf juga berfungsi sosial. Wakf muncul dari satu pernyataan dan perasaan iman yang mantap dan solidaritas yang tinggi antara sesama manusia. Dalam fungsinya sebagai ibadah ia diharapkan akan menjadi bekal bagi si wakif di kemudian hari, karena ia merupakan suatu bentuk amalan yang pahalanya akan terus menerus mengalir selama harta wakaf itu dimanfaatkan. Sedangkan dalam fungsi sosialnya, wakaf merupakan aset amat bernilai dalam pembangunan umat.
1. Pengertian Wakaf
Istilah wakaf beradal dari “waqb” artinya menahan. Menurut H. Moh. Anwar disebutkan bahwa wakaf ialah menahan sesuatu barang daripada dijual-belikan atau diberikan atau dipinjamkan oleh yang empunya, guna dijadikan manfaat untuk kepentingan sesuatu yang diperbolehkan oleh Syara’ serta tetap bentuknya dan boleh dipergunakan diambil manfaatnya oleh orang yang ditentukan (yang meneriman wakafan), perorangan atau umum.
2. Rukun Wakaf
Adapun beberapa rukun wakaf ialah:
1)    Yang berwakaf, syaratnya:
Ø    Berhak berbuat kebaikan walau bukan Isalam sekalipun
Ø    Kehendak sendiri, ridak sah karena dipaksa
2)    Sesuatu yang diwakafkan, syaratnya:
Ø    Kekal zakatnya, berarti bila diambil manfaatnya, barangnya tidak rusak.
Ø    Kepunyaan yang mewakafkan walaupun musya (bercampur dan tidak dapat dipisahkan dari yang lain).
3)    Tempat berwakaf (yang berhak menerima hasil wakaf itu).
4)    Lafadz wakaf, seperti: “saya wakafkan ini kepada orang-orang miskin dan sebagainya.
3. Syarat Wakaf
Syarat wakaf ada tiga, yaitu:
1)    Ta’bid, yaitu untuk selama-lamanya/tidak terbatas waktunya.
2)    Tanjiz, yaitu diberikan waktu ijab kabul.
3)    Imkan-Tamlik, yaitu dapat diserahkan waktu itu juga
4. Hukum Wakaf
1)    Pemberian tanah wakaf tidak dapat ditarik kembali sesudah diamalkannya karena Allah.
2)    Pemberian harta wakaf yang ikhlas karena Allah akan mendapatkan ganjaran terus-menerus selagi benda itu dapat dimanfaatkan oleh umum dan walaupun bentuk bendanya ditukar dengan yang lain dan masih bermanfaat.
3)    seseorang tidak boleh dipaksa untuk berwakaf karena bisa menimbulkan perasaan tidak ikhlas bagi pemberiannya.

BAB III
KESIMPULAN

Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan umat maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi yang ada di bab II ialah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah kepada kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itu dan bagaimana cara menciptakan suasana pada masyarakat madani tersebut, serta ciri-ciri apa saja yang terdapat pada masyarakat madani sebelum kita yakni pada zaman Rasullullah.
Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.
Adapun di dalam Islam mengenal yang namanya zakat, zakat memiliki dua fungsi baik untuk yang menunaikan zakat maupun yang menerimanya. Dengan zakat ini kita dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat higga mencapai derajat yang disebut masyarakat madani. Selain zakat, ada pula yang namanya wakaf. Wakaf selain untuk beribadah kepada Allah juga dapat berfungsi sebagai pengikat jalinan antara seorang muslim dengan muslim lainnya. Jadi wakaf mempunyai dua fungsi yakni fungsi ibadah dan fungsi sosial.
Maka diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak, dan sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan. Demikianlah makalah rangkuman materi yang dapat kami sampaikan pada kesempatan kali ini semoga di dalam penulisan ini dapat dimengerti kata-katanya sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masa yang akan datang.



DAFTAR PUSTAKA

Suito, Deny. 2006. Membangun Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim Indonesia: Jakarta.
Mansur, Hamdan. 2004. Materi Instrusional Pendidikan Agama Islam. Depag RI: Jakarta.
Sosrosoediro, Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI: Jakarta.
Suryana, A. Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara: Bandung
Sudarsono. 1992. Pokok-pokok Hukum Islam. Rineka Cipta: Jakarta.

Monday, February 6, 2017

Pendidikan Agama Islam Tentang Kerukunan Antar Umat Beragama

Assalamualaikum...

Kali ini saya akan membagikan makalah Pendidikan Agama Islam tentang Kerukunan Antar Umat Beragama. Sebenarnya tugas ini saya dapatkan di semester 1 sewaktu saya masih mahasiswa baru di Universitas Tadulako pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam

Ini merupakan makalah kedua dari sembilan makalah yang nantinya saya akan posting. Kunjungi terus blog ini untuk makalah, tugas, ataupu tutorial yang nanti saya akan bagikan kepada teman-teman.

Pendidikan Agama Islam Tentang IPTEK Dalam Islam

Assalamualaikum...

Pada kesempatan ini saya akan membagikan salah satu tugas yang diberikan dosen saya yaitu tugas Pendidikan Agama Islam Tentang IPTEK Dalam Islam. Tugas ini akan teman-teman  mahasiswa UNTAD dapatkan pada semester 1 mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Makalah yang dibawah ini adalah makalah yang diberikan oleh senior saya sebagai bahan pelajaran untuk ujian. Berengkali teman-teman ada yang membutuhkan juga maka silahkan dibaca.

Baca juga :

Tidak pelu panjang lebar lagi silahkan teman-teman baca makalah di bawah  ini sebagai referensi teman-teman atau sekedar menambah wawasan teman-teman tentang agama Islam :
MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“IPTEK DALAM ISLAM”



OLEH :

NAMA : FIFIYANTI
STAMBUK : A 241 12 038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur Kita  penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “IPTEK dalam Islam”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Agama Islam.

Dalam Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II Pembahasan
A. Devinisi IPTEK
B. Paradigma hubungan agama dan IPTEK

BAB III Penutup
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN


A Latar Belakang
Dizaman modern yang canggih seperti saat ini, kemajuan akan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (yang kemudian disingkat IPTEK) dan seni, sangatlah berpengaruh terhadap segala aspek dalam kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri, keberadaan IPTEK dan seni tidak pernah lepas dengan keberadaan manusia.Manusia sebagai subjek dari berkembangnya ilmu pengetahuan itu sendiri.Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka berkembanglah pula teknologi dan seni. Keberadaan yang tidak akan pernah terpisahkan tersebut, kemudian memunculkan beberapa dampak terhadap kehidupan manusia didunia. Dampak tersebut berupa dampak positif dan negatif. Adanya dampak negatif terhadap kehidupan manusia ini, akan menimbulkan beberapa yang kurang di inginkan.
    Peran Islam dalam perkembangan IPTEK pada dasarnya ada 2 (dua).Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan.Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang.Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan.Ini bukan berarti bahwa Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan.Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari.Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang.Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan IPTEK, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam).Umat Islam boleh memanfaatkan IPTEK jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek IPTEK dan telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.

B. Rumusan Masalah
a.    Apa definisi IPTEK dan seni?
b.    Bagaimana paradigma hubungan agama dan seni?
c.    Bagimana integrasi iman, IPTEK dan seni dalam islam?

C. Tujuan
a.    Mengetahui apa maksud dan definisi dari IPTEK dan seni
b.    Mengetahui paradigma hubungan agama dan seni
c.    Mengetahui integrasi iman, IPTEK dan seni dalam islam


BAB II
PEMBAHASAN


A.     Definisi IPTEK
IPTEK adalah singkatan dari ilmu pengetahuan, teknologi. Ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi, dan diinterpretasi, menghasilkan kebenaran obyektif, sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah (International Webster’s Dictionary dalam Modul Acuan Proses Pembelajaran MPK, 2003)
Secara etimologis, kata ilmu berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan.Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-qur’an. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan (Quraish Shihab, 1996). Setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian.Oleh sebab itu seseorang yang memperdalam ilmu-ilmu tertentu disebut sebagai spesialis.Dari sudut pandang filsafat, ilmu lebih khusus dibandingkan dengan pengetahuan.
Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah. Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Jadi ilmu pengetahuan atau sains adalah himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui proses pengkajian dan dapat dinalar atau dapat diterima oleh akal. Dengan kata lain, sains dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang sudah sistematis (science is systematic knowledge). Dalam pemikiran sekuler, sains mempunyai tiga karakteristik, yaitu obyektif, netral dan bebas nilai, sedangkan dalam pemikiran Islam, sain tidak boleh bebas nilai, baik nilai lokal maupun nilai universal.  
Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dua sosok yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ilmu adalah sumber teknologi yang mampu memberikan kemungkinan munculnya berbagai penemuan rekayasa dan ide-ide.Adapun teknologi adalah terapan atau aplikasi dari ilmu yang dapat ditunjukkan dalam hasil nyata yang lebih canggih dan dapat mendorong manusia untuk berkembang lebih maju lagi.Sebagai umat Islam kita harus menyadari bahwa dasar-dasar filosofis untuk mengembangkan ilmu dan teknologi itu bisa dikaji dan digali dalam Alquran sebab kitab suci ini banyak mengupas keterangan-keterangan mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Seperi kita ketahui, teknologi kini telah merembet dalam kehidupan kebanyakan manusia bahkan dari kalangan atas hingga menengah kebawah sekalipun. Dimana upaya tersebut merupakan cara atau jalan di dalam mewudkan kesejahteraan dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Atas dasar kreatifitas, akalnya, manusia mengembangkan IPTEK dalam rangka untuk mengolah SDA yang di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dimana dalam pengembangan IPTEK harus didasari terhadap moral dan kemanusiaan yang adil dan beradab, agar semua masyarakat mengecam IPTEK  secara merata. Disatu sisi telah terjadi perkembangan yang sangat baik sekali di aspek telekomunikasi, namun pelaksanaan pembangunan IPTEK masih belum merata.
Masih banyak masyarakat kurang mampuyang putus harapannya untuk mendapatkan pengetahuan dan teknologi.Hal itu dikarenakan tingginya biaya pendidikan yang harus mereka tanggung.Makadari itu pemerintah perlu menyikapi dan menanggapi masalah-masalah tersebut, agar peranan IPTEK dapat bertujuan untuk meningkatkan SUMBER DAYA MANUSIA yang ada.Perkembangan IPTEK disamping bermanfaat untukkemajuan hidup Indonesia juga memberikan dampak negatif.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan IPTEK untuk menekan dampaknya seminimal mungkin antara lain:
1.    Menjaga keserasian dan keseimbangan dengan lingkungan setempat.
2.    Teknologi yang akan diterapkan hendaknya betul-betul dapat mencegah timbulnya permasalahan di tempat itu.
3.    Memanfaatkan seoptimal mungkin segala sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada.
Dengan perkembangan dan kemajuan zaman dengan sendirinya pemanfaatan dan penguatan IPTEK mutlak diperlukan untuk mencapaikesejahteraan bangsa. Visi dan Misi IPTEK dirumuskan sebagai paduan untuk mengoptimalkan setiap sumber daya IPTEK yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.Undang-undang No.18 Tahun2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang telah berlaku sejak 29 Juli 2002, merupakan penjabaran dari visi dan misi IPTEK sebagaimana termaksud dalam UUD 1945 Amandemen pasal 31 ayat 5, agar dapat dilaksanakan oleh pemerintah beserta seluruh rakyat dengan sebaik baiknya. Selain itu pula perkembangan IPTEK di berbagai bidang di tengah perkembangan zaman yang semakin pesat semestinya dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia di tengah bermunculannya dampak negatif dari adanya perkembangan IPTEK, sehingga diperlukan pemikiran yang serius dan mantap dalam menghadapi permasalahan dalam penemuan-penemuan baru tersebut.
Pengetahuan yang dimiliki manusia ada dua jenis, yaitu:
1.    Dari luar manusia, ialah wahyu, yang hanya diyakini bagi merekayang beriman kepada Allah SWT. Ilmu dari wahyu diterima dengan yakin,sifatnya mutlak.
2.    Dari dalam diri manusia, dibagi dalam tiga kategori : pengetahuan,ilmu pengetahuan, dan filsafat. Ilmu dari manusia diterima dengan kritis,sifatnya nisbi.Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sumber Islam yang isi keterangannyamutlak dan wajib diyakini (QS. Al-Baqarah/2:1-5 dan QS. An-Najm/53:3-4).

Dalam sudut pandang filsafat ilmu, pengetahuan dengan ilmu sangatberbeda maknanya.Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahuimanusia melalui tangkapan pancaindra, intuisi dan firasat sedangkan, ilmuadalah pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasidan diinterpretasi sehingga menghasilkan kebenaran obyektif, sudah diujikebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah.Secara etimologis katailmu berarti kejelasan, oleh karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Dalam Al-Qur’an, ilmu digunakan dalamarti proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan sehingga memperoleh kejelasan. Dalam kajian filsafat, setiap ilmu membatasi diri padasalah satu bidang kajian.Sebab itu seseorang yang memperdalam ilmutertentu disebut sebagai spesialis, sedangkan orang yang banyak tahu tetapitidak mendalam disebut generalis.Istilah teknologi merupakan produk ilmu pengetahuan.Dalam sudutpandang budaya, teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasilpenerapan praktis dari ilmu pengetahuan.Meskipun pada dasarnya teknologi juga memiliki karakteristik obyektif dan netral.Dalam situasi tertentu teknologitidak netral lagi karena memiliki potensi untuk merusak dan potensikekuasaan.Di sinilah letak perbedaan ilmu pengetahuan dengan teknologi.

Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan dankesejahteraan bagi manusia juga sebaliknya dapat membawa dampak negatif berupa ketimpangan-ketimpangan dalam kehidupan manusia danlingkungannya yang berakibat kehancuran alam semesta.Dalam pemikiran Islam,ada dua sumber ilmu yaitu akal dan wahyu.Keduanya tidak boleh dipertentangkan.Manusia diberi kebebasan dalammengembangkan akal budinya berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan sunnahrasul. Atas dasar itu, ilmu dalam pemikiran Islam ada yang bersifat abadi(perennial knowledge) tingkat kebenarannya bersifat mutlak, karenabersumber dari Allah.Ada pula ilmu yang bersifat perolehan (aquiredknowledge) tingkat kebenarannya bersifat nisbi, karena bersumber dari akal pikiran manusia.Dalam pemikiran sekuler (perennial knowledge) yang bersumber dariwahyu Allah tidak diakui sebagai ilmu, bahkan mereka mempertentangkanantara wahyu dengan akal, agama dipertentangkan dengan ilmu.Sedangkandalam ajaran Islam wahyu dan akal, agama dan ilmu harus sejalan tidakboleh dipertentangkan.Memang demikian adanya karena hakikat agamaadalah membimbing dan mengarahkan akal.

B.    Paradigma Hubungan Agama dan IPTEK
    Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek. Agama yang dimaksud di sini, adalah agama Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw, untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya (dengan aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (dengan aturan mu’amalah dan uqubat/sistem pidana). Dalam Al Qur’an  surat Ali Imron ayat 190 – 191 yang artinya :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.”
Dari ayat diatas menjelaskan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi untuk dipelajari dan dimiliki.
Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan keduanya, terdapat 3 (tiga)   jenis paradigma :
Pertama, paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan  tuhannya.  Agama tidak  mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan IPTEK tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya.
Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan IPTEK. IPTEK bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem.Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan IPTEK. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialis didasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya Materialisme Dialektis. Paham Materialisme Dialektis adalah paham yang memandang adanya keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus menerus melalui proses dialektika, yaitu melalui pertentangan-pertentangan yang ada pada materi yang sudah mengandung benih perkembangan itu sendiri. Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan. Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan iptek.
Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan.Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits-- menjadi qaidah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia. Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (Qs. Al-Alaq [96]: 1).
Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman.Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam.Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek.Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan IPTEK Dunia Islam antara tahun 700 M - 1400 M.
Pada masa inilah dikenal nama-nama seperti :
1.       Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur,
2.      Al-Khawarizmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi,
3.      Al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika,
4.      Al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran, ophtalmologi, dan kimia,
5.      Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan teknik, dan masih banyak lagi.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
    Perkembangan iptek dan seni, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek dan seni.Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek dan seni setidaknya ada 2 (dua).Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan.Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek dan seni.Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek dan seni.
Untuk itu setiap muslim harus bisa memanfaatkan alam yang ada untuk perkembangan iptek dan seni, tetapi harus tetap menjaga dan tidak merusak yang ada. Yaitu dengan cara mencari ilmu dan mengamalkanya dan tetap berpegang teguh pada syari’at Islam.


Saran
    Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca memahami bagaimana sebenarnya paradigma islam itu dalam menyaikapi Ilmu pengetahuan, Teknologi dan seni tersebut. Selain itu, para pembaca juga diharapkan mampu memahami bagaimana integrasi Imtaq (Iman dan Taqwa) dalam Iptek dan seni tersebut.
    Karena semakin berkembangnya zaman, keberadaan Iptek dan seni sangat berpengaruh terhadap kepribadian hidup manusia. Untuk itu diperlukan pegangan yang berfungsi sebagai pengendali akan adanya perubahan-perubahan tersebut.
    Akan tetapi makalah kami masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan guna pembuatan makalah kami berikutnya yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA


Abuddin Nata, AL-Qur’an dan Hadits (Dirasah Islamiyah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998
Departemen Agama RI, Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001
Hamdan Mansoer, dkk, Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, 2004
Murthada Muthahhari, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, Bandung : Mizan, 1990
Nanih Machendrawaty & Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam, Jakarta : Rineka Cipta, 2004